Saturday, September 10, 2011

PROSPEK BUDIDAYA BAWANG DAUN

Para penjual martabak telur, sering memajang bawang daun utuh yang sudah dibersihkan dan dipotong rapi di etalasenya. Selain memajang telur bebek dan kaleng minyak samin. Bawang daun memang merupakan campuran utama martabak telur. Bawang daun itu akan diikat kemudian diiris melintang tipis-tipis, dicampur telur bebek, diberi daging yang sudah diberi bumbu, lalu diaduk di cangkir stainless steel. Adonan tepung terigu dikembangkan secara manual di landasan marmer, hingga melebar menjadi lembaran tipis. Lembaran tepung terigu itu ditaruh di penggorengan datar yang sudah diisi minyak goreng campur minyak samin, dan sudah dipanaskan penuh. Adonan telur dengan daun bawang, dituang di atasnya, lalu lembaran "kulit martabak" itu dilipat hingga berbentuk segi empat. Jadilah martabak telur.
Selain diserap oleh tukang martabak, bawang daun juga masuk ke restoran chinese food, terutama untuk campuran bakmi, bihun dan capcai. Sebenarnya bawang daun juga diperlukan untuk berbagai masakan lain. Misalnya sup dan salad. Potensi pasar bawang daun masih cukup bagus, termasuk untuk pasar ekspor. Beberapa eksportir kita, mengirim bawang daun segar ke Singapura dan Timur Tengah, bersamaan dengan sayuran lain. Bawang daun yang sudah dipotong sekitar 5 cm. difrozen dan dikemas, dikirim ke Jepang. Pasar bawang daun di dalam negeri pun relatif stabil. Tidak seperti komoditas kentang, cabai dan tomat yang harganya sering bergejolak.
Secara rutin para petani sayuran di dataran tinggi memang selalu membudidayakan bawang daun. Baik secara monokultur, atau yang paling banyak, secara tumpangsari di sela-sela tanaman kol, caisim, petsai dan sayuran lainnya. "Pasangan bawang daun di pasar adalah seledri, wortel dan kadang-kadang juga kol serta kentang sebagai bahan sup. Meskipun tidak disengaja oleh para petani, pola penanaman bawang daun secara tumpangsari dengan kol dan sayuran lainnya, sebenarnya merupakan pengendalian hama secara alami. Hama trips yang sering mengganggu tanaman kol atau cabai, tidak akan bersedia mendekat kalau kol dan cabai itu ditanam bersamaan dengan bawang. Baik bawang merah maupun bawang daun.
Beda dengan seledri dan wortel yang biasanya ditanam secara monokultur dengan kepadatan tinggi (disemai), maka bawang daun lebih sering ditanan secara tunggal, namun ditumpangsarikan dengan komoditas lain. Sebab dengan ditanam secara tunggal, pertumbuhan tanaman akan cukup pesat. Bulb akan tumbuh padat dengan daun yang besar-besar dan kekar. Sosok bawang daun demikian inilah yang disukai oleh konsumen, terutama para koki di restoran dan hotel bintang. Yang disebut bawang daun, adalah tanaman spesies Allium dari keluarga Amarilis. Selain dikenal sebagai sayuran, spesies Allium kebanyakan malahan menjadi tanaman hias, bahkan ada pula yang dijadikan bahan obat-obatan. Spesies bawang yang lebih dikenal masyarakat, justru bukan bawang daun melainkan bawang putih (Allium sativum), bawang bombai (Allium cepa), dan bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum).
Di Indonesia, bawang daun yang lebih banyak dibudidayakan adalah bawang bakung, bawang onclang, (Allium fistulosum), scallion, green onion, bunching onion, ciboule. Jenis bawang ini tidak membentuk umbi melainkan bulb (batang semu yang menggembung). Bulb ini merupakan pelepah daun yang berwarna putih dan saling menangkup satu sama lain. Sementara daunnya berupa buluh dengan lubang di dalamnya. Ukuran bawang bakung sekitar 40 cm. panjang dan penampang bulbnya 2,5 cm. Warna daun bawang bakung sama dengan warna daun bawang pada umumnya yakni hijau keabu-abuan. Meskipun disebut sebagai bawang daun, sebenarnya yang dikonsumsi bukan daunnya melainkan bulbnya yang gemuk dan padat. Biasanya, sebagian besar daun itu justru dibuang dan hanya disisakan yang didekat bulb.
Selain bawang bakung, jenis bawang daun lainnya adalah bawang perai. Kalau bawang bakung daunnya berongga dan membentuk buluh, maka bawang perai daunnya pipih membentuk pita dan tidak berongga. Kalau daun bawang bakung mirip dengan daun bawang merah, hanya ukurannya yang jaug lebih besar; maka daun bawang perai mirip dengan daun bawang putih. Bedanya, tanaman bawang perai membentuk bulb ukuran besar, dengan ukuran daun yang juga lebih panjang serta lebih lebar. Sama halnya dengan bawang bakung, maka bawang perai juga tidak membentuk umbi. Kadangkala masyarakat menyebut bawang perai dengan sebutan bawang belanda.
Sebenarnya ada dua varietas bawang perai, yakni leek (Allium ampeloprasum var. porrum (L.) J. Gay) dan elephant garlic (Allium ampeloprasum var. ampeloprasum). Leek kadang-kadang juga disebut sebagai Allium ampeloprasum atau Allium porrum. Hingga nama ilmiah bawang perai bisa disebut secara lengkap sebagai Allium ampeloprasum var. porrum (L.) J. Gay, bisa pula hanya disingkat Allium ampeloprasum atau Allium porrum. Di Eropa, leek alias bawang perai lebih banyak dibudidayakan. Sementara bunching onion alias bawang bakung hanyalah sebagai substitusi. Di beberapa tempat di Jawa, terutama di Jawa Timur, bawang perai juga lebih populer dibanding bawang bakung. Namun di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dll. bawang bakung lebih mudah dijumpai di pasar. Biasanya hanya para juru masak restoran dan hotel bintang sajalah yang menggunakan bawang perai.
Selain leek dan bunching onion, masyarakat ropa masih mengenal pula chive, cive atau true chive (Allium schoenoprasum). Di Eropa, yang disebut chive adalah bawang daun yang daunnya berupa buluh (berlubang) seperti daun bawang merah. Namun di Indonesia, chive maupun bawang daun yang daunnya berupa pita kecil-kecil mirip rumput (Allium odorum), sama-sama disebut bawang kucai. Kucai selain digunakan sebagai bumbu, juga banyak dimanfaatkan sebagai sayuran. Masih ada satu lagi komoditas bawang daun, yang di kalangan masyarakat sering dijumpai sebagai lalap (salad) pada lumpia. Bawang daun untuk lalap lumpia ini disebut bawang langkio (Alium tuberosum); atau garlic chives, chinese leeks, chinese chives. Bawang langkio juga berukuran kecil seperti halnya kucai, tetapi ciri khasnya adalah adanya umbi kecil yang berbentuk bulat berwarna putih.
Meskipun yang menyandang sebutan sebagai bawang daun cukup banyak, namun di Indonesia, terutama di kota-kota besar, bawang daun selalu diartikan sebagai bawang bakung, onclang atau bunching onion. Ada banyak kultivar bawang bakung, termasuk yang bulbnya berwarna kemerahan seperti Santa Clause dan Red Beard. Selain varietas baru dari impor yang berasal dari Taiwan, kultivar lokal pun masih banyak dibudidayakan masyarakat. Kultivar lokal umumnya berdaun panjang sementara bulbnya pendek dan kecil. Kultivar ini tetap disukai konsumen di pasar tradisional, karena masyarakat lapis bawah umumnya lebih senang memanfaatkan daunnya dan bukan bulbnya. Sementara kultivar baru kebanyakan bercirikan tanaman yang pendek dan kekar, namun dengan bulb yang berukuran besar. Misalnya Shimonita, Yoshima dan White Lisbon.
Bawang bakung bisa diperbanyak dengan biji. Bunga yang kemudian berubah menjadi biji ini, tumbuh pada ujung daun paling dalam. Bunga berwarna putih, kadang agak kehijauan. Budidaya bawang bakung dengan benih biji, memerlukan waktu panen lebih lama dibanding dengan benih anakan. Namun hasil budidaya dengan benih biji, terlebih benih asal impor, kualitasnya jauh lebih baik dibanding dengan perbanyakan melalui anakan. Para petani kita, juga banyak yang membenihkan bawang daun dari biji hasil panen mereka sendiri. Benih biji hasil perbanyakan sendiri ini, kualitasnya akan menurun. Sekarang juga banyak benih bawang bakung hibrida, yang merupakan hasil silangan antara Allium fistulosum dengan Allium cepa. Selain untuk memperoleh kualitas fisik lebih baik, bawang daun hibrida ini juga diharapkan bisa lebih toleran terhadap suhu dingin maupun panas.
Namun bawang bakung hibrida, umumnya tidak menghasilkan biji (mandul). Hingga perbanyakan harus dilakukan dengan anakan yang keluar dari samping bulb. Para petani tradisional, punya trik untuk memproduksi anakan. Caranya, hasil panen bawang bakung mereka sisihkan, untuk ditanam kembali di lahan yang sengaja dikeringkan. Dalam kondisi stres, bawang daun ini akan memecah dirinya menjadi beberapa individu, bisa empat sampai lima anakan sekaligus. Sebab kalau menunggu keluarnya anakan dari samping bulb utama, akan memakan waktu lama, selain jumlahnya juga tidak akan banyak. Terlebih lagi, untuk mengejar besarnya bulb, petani akan memberi pupuk dan pengairan dosis tinggi. dalam kondisi demikian, tanaman cenderug akan memperbesar bulb, sementara anakannya hampir tidak ada. Dengan memberi perlakuan stres air, maka bulb yang gemuk itu akan pecah menjadi beberapa tanaman.
Pecahan bulb inilah kemudian yang dibudidayakan secara individu dan monokultur atau ditumpangsarikan dengan tanaman lain. Tanaman yang akan dipanen untuk produk konsumsi ini diberi pupuk dosis tinggi. Kalau satu individu tanaman pecah menjadi lima, maka dari benih satu ton akan dihasilkan minimal 5 ton. Namun hasil penanaman dengan benih anakan ini, lambat laun juga akan menimbulkan degradasi. Kualitas bahkan juga kuantitas hasil panen akan cenderung menurun. Hingga benih dari biji, terutama benih-benih hibrida, memang harus selalu dibeli dari perusahaan penangkaran benih. Meskipun benih ini harganya tinggi, namun akan menghasilkan kualitas dan kuantitas hasil penen yang juga tinggi. Perusahaan agribisnis yang memasok restoran dan hotel bintang, umumnya tetap menggunakan benih kualitas baik, agar produk mereka tetap bisa diterima pasar khusus tersebut.


Sumber:
http://foragri.blogsome.com
 
Toko Pertanian Online Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template